Minggu, 10 Juni 2012

TUGAS SOFTSKILL TERAKHIR

1. Pengertian Konsumen 
Konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
  • Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan, 
  • Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil, 
  • Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual, 
  • Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
  • Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6.Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.


3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Untuk melindungi hal tersebut, penting kiranya para konsumen memahami hak-hak yang dimiliki demi mendapatkan perlindungan akan barang dan/jasa yang dikonsumsinya. Berikut hak-hak yang dimiliki para konsumen:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Demi mendapatkan perlindungan yang maksimal, maka sudah menjadi kewajiban konsumen untuk memperhatikan hal berikut ini:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
 
4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha 
Hak pelaku usaha adalah :

  1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  2. hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
  3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
  4. hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban pelaku usaha adalah :


  1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian  dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
    5. Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
    Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :

    1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

    a.Tidak sesuai dengan :
  8. standar yang dipersyaratkan;
  9. peraturan yang berlaku;
  10. ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b.Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan/atau jasa yang menyangkut :
  • berat bersih;
  • isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
  • kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
  • mutu, tingkatan, komposisi;
  • proses pengolahan;
  • gaya, mode atau penggunaan tertentu
  • janji yang diberikan;
c.Tidak mencantumkan :
  • tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
  • informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d.Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
e.Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
  • Nama barang;
  • Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
  • Tanggal pembuatan;
  • Aturan pakai;
  • Akibat sampingan;
  • Nama dan alamat pelaku usaha;
  • Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
f.Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :

a.Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
  • Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
  • Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b.Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
  • Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
  • Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
  • Telah tersedia bagi konsumen.
c.Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
d.Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f. Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.
g.Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h.Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.

3. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.

4. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

5.Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6.Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
a.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
d.Menaikkan harga sebelum melakukan obral.
 
6. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :

1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan. 
7. Sanksi Pelaku Usaha
Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.

Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.

Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.

Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.

Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )


Sanksi Perdata :
• Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
• Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

Sanksi Pidana :
• Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
• Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
• Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/pengertian-http://jaggerjaques.blogspot.com/2011/05/hak-dan-kewajiban-konsumen.html
http://desinaya.blogspot.com/2011/03/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku.html
http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sanksi
http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=33














Kasus Pelanggaran Hak Merek

Polres Tangani Pelanggaran Hak Merek
PURWAKARTA, (PR).-
Polres Purwakarta hingga saat ini masih terus memeriksa beberapa orang saksi, untuk dimintai keterangannya mengenai dugaan pelanggaran hak cipta dan hak merek yang dilakukan dealer PT T S yang menjual sepeda motor merek T.
Pemeriksaan tersebut, terkait dengan laporan pengaduan dari PT Astra Honda Motor (AHM) atas dugaan tindak pidana penggunaan hak cipta "Supra" dan hak merek "Karisma" milik PT AHM yang dilakukan oleh dua dealer PT TS di Purwakarta yakni Dealer PT MU TM dan Dealer TNM di Jln. Veteran Purwakarta. Laporan pengaduan itu dilakukan oleh Dody Leonardo Joseph, staf hukum PT AHM kepada Polres Purwakarta dengan surat penerimaan laporan No. Pol. STPL/323/K/XI/2004/SPK pada Senin, 29 Nopember 2004 lalu.
Pemantauan "PR" di Mapolres Purwakarta, Sabtu, (5/2), Polres Purwakarta melalui petugas Unit IV Satuan Reskrim dipimpin Kanit IV Aipda K. Suparta, sedang meminta keterangan dari Ansori Sinungan, S.H., LL.M., sebagai saksi ahli dari Subdit Hak Cipta, Ditjen Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI). Sementara itu, tampak barang bukti satu unit sepeda motor T dengan stiker "Supra X" diamankan di ruang Unit IV Reskrim Polres Purwakarta.
Menurut Dody kepada "PR" di Mapolres Purwakarta, sebagai tindak lanjut dari laporan pengaduan itu, petugas langsung melakukan penyelidikan.
Seminggu kemudian tepatnya Senin, 6 Desember 2004 lalu, akhirnya petugas melakukan penggeledahan di Dealer Mega UTM. Dari hasil penggeledahan itu, terdapat 21 sepeda motor Tossa yang diduga melanggar hak cipta dan hak merek yang dimiliki PT AHM, masing-masing 18 unit "Supra" dan 3 unit "Karisma".
Tak ada itikad
Dody sangat menyesalkan tindakan PT TS yang telah melakukan perbuatan melanggar hukum yang jelas-jelas merugikan PT AHM. Bahkan, perusahaan tersebut dinilai tak punya itikad baik dalam menyelesaikan persoalan tersebut sekalipun sudah ditawarkan penyelesaian secara kekeluargaan.
Surat peringatan pertama kami layangkan pada 16 Pebruari 2004 lalu, isinya supaya mereka menghentikan kegiatan penggunaan, penjualan, displai dan promosi sepeda motor produk Tossa dengan merek Karisma 125 D, Ternyata, mereka malah menyangkal dengan dalih tak menjual Karisma 125 D tapi hanya menjual merek lain.
“Bahkan ketika kami melakukan pertemuan langsung dengan pihak PT Tossa di Jakarta, hasilnya mereka tetap menyangkalnya," katanya.
Meski kasus ini sudah dilaporkan ke kepolisian, namun pihaknya masih membuka toleransi kepada PT T untuk menyelesaikan kasus ini dengan jalan damai secara kekeluargaan. Asalkan, PT T segera menghentikan penjualan dan produksi merek tersebut seraya mengumumkan permohonan maaf melalui pemuatan iklan di beberapa media massa
Ketika diminta tanggapannya atas pemeriksaan kasus tersebut, Kanit IV Satuan Reskrim Polres Purwakarta, Aipda K. Suparta menolak berkomentar karena bukan wewenangnya. Sementara Kasat Reskrim AKP Andi Herindra saat itu tak ada di tempat sedang pendidikan di Bandung. Dealer MUT Motor di Jln. Veteran Purwakarta yang hendak dikonfirmasi, kantornya sudah tutup. (A-67)***
sumber:
 http://home.indo.net.id/~hirasps/haki/General/Tugas_HAKIaa/Tugas%20HAKI/Pelanggaran%20hak%20merek/Polres%20Tangani%20Pelanggaran%20Hak%20Merek.htm
 
Analisa : 
Dari Kasus di atas, kita bisa lihat bahwa semakin maraknya pelanggaran terhadap Hak Kekeyaan Intelektual (HAKI). Dimana, dari sinilah para aparat Pemerintah kita harus bisa lebih TEGAS lagi dalam menegakkan hukum. Kasus yang di alami oleh PT AHM bukanlah yang pertama. Tindakan yang dilakukan oleh pihak PT AHM sudah sangat tepat bahkan sangat bijaksana. Karena pihak AHM mampu melakukan tindakan dari mulai pelaporan sampai memberikan peringatan ataupun mengajak berunding untuk menyelesaikan secara kekeluargaan. Karena bagaimana pun pihak AHM sangat dirugikan dengan tindakan yang dilakukan oleh PT TS tersebut. Bayangkan, berapa banyak produksi PT TS tersebut yang mengatas namakan merek dagang PT AHM. Jelas ini sangat merugikan pihak AHM, namun PT AHM mampu memberikan kesempatan untuk PT TS tersebut memperbaiki kesalahannya.
Namun, PT TS yang sudah jelas dengan tindakan kriminalnya tidak sama sekali menunjukan itikad baiknya. Siapa pun pihaknya, jika mengalami kerugian apalagi ini bukan hanya kerugian materil namun juga kerugian nama baik perusahaan pun di taruhkan. Jangan menganggap enteng masalah PLAGIAT !!! Karena bagaimanapun semua itu sangat merugikan dan pantas mendapatkan tindakan hukum. Dan aparat Hukum pun harus bisa lebih TEGAS lagi  dan memberi sanksi yang sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Karena bagaimanapun hal ini sangat merugikan perusahaan dan juga konsumen, hak merek dagang sangat dilindungi oleh Undang-Undang di Indonesia. Berikut adalah undang-undang yang berlaku di Indonesia mengenai hak merk :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat;
b. bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikanpeningkatan layanan bagi masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564)