Adi Mulia Tarmizi
3EB22
20210150
SIMPLE PRESENT TENSE
( + ) Ridwan read an English book every day
( - ) Ridwan doesn't read an english book every day
( ? ) Does Ridwan read an english book every day?
SIMPLE PAST TENSE
( + ) He go to the bank two hour ago
( - ) He didn't go to the bank two hours ago
( ? ) Did you go to the bank two hours ago?
SIMPLE FUTURE TENSE
( + ) I will wait for you
( - ) I will not wait for you
( ? ) Will you wait for me?
PRESENT CONTINOUS TENSE
( + ) I am studying english
( - ) I am not studying english
( ? ) Are you studying english?
PRESENT PERFECT TENSE
( + ) We've given him a present
( - ) We hasn't given him a present
( ? ) Have you given him a present ?
Minggu, 10 Maret 2013
Sabtu, 29 Desember 2012
TULISAN KARYA ILMIAH
ADI MULIA TARMIZI 3EB22 20210150KARYA ILMIAH
A. Latar Belakang Masalah
F. Waktu dan Lokasi Penelitian
Karya Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis
berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. Dari
definisi yang lain dikatakan bahwa karya ilmiah (scientific paper)
adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian
atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim
dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati
oleh masyarakat keilmuan.
Dari pengertian tersebut secara awal kita dapat mengenal salah satu ciri
khas karya ilmiah adalah lewat bentuknya yakni tertulis, baik di b
uku, jurnal, majalah, surat kabar, maupun yang tersebar di internet, di samping ciri lain yang mesti dipenuhi dalam sebuah karya ilmiah.
uku, jurnal, majalah, surat kabar, maupun yang tersebar di internet, di samping ciri lain yang mesti dipenuhi dalam sebuah karya ilmiah.
Macam-macam Karya Ilmiah :
1. Makalah
Karya ilmiah yang membahas suatu pokok persoalan, sebagai hasil
penelitian atau sebagai hasil kajian yang disampaikan dalam suatu
pertemuan ilmiah (seminar) atau yang berkenaan dengan tugas-tugas
perkuliahan yang diberikan oleh dosen yang harus diselesaikan secara
tertulis oleh mahasiswa.
2. Skripsi
Karya ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian lapangan atau
kajian pustaka dan dipertahankan di depan sidang ujian (munaqasyah)
dalam rangka penyelesaian studi tingkat Strata Satu (S1) untuk
memperoleh gelar Sarjana.
3. Tesis
Karya ilmiah yang ditulis dalam rangka penyelesaian studi pada tingkat
program Strata Dua (S2), yang diajukan untuk dinilai oleh tim penguji
guna memperoleh gelar Magister. Pembahasan dalam tesis mencoba
mengungkapkan persoalan ilmiah tertentu dan memecahkannya secara
analisis kristis.
-Contoh-
Contoh Karya Ilmiah tentang Budaya
Bab I
Pendahuluan
Keadaan masyarakat sekarang sanga berbeda dengan masyarakat lampau.
Terutama untuk budaya dan gaya hidup orang-orang Asia. Pada zaman
sekarang, yang orang-orang bilang sebagai zaman modern, budaya dan gaya
hidup orang Asia sudah tidak sama lagi. Rata-rata jawaban itulah yang
dilontarkan oleh beberapa orang Asia ketika penulis menanyakan kepada
mereka mengenai keadaan pengaruh budaya barat terhadap budaya Asia.
Ternyata tidak hanya orang Indonesia yang menganggap budaya barat telah
mempengaruhi Asia. Tapi juga beberapa negara di Asia seperti Malaysia,
China, Jepang, India, dan banyak negara Asia lainnya yang menjawab bahwa
budaya mereka telah bercampur dengan budaya barat. Terutama dalam gaya
hidup seperti pakaian, makanan, dan sebagainya. Tapi apakah masih ada
orang Asia yang beranggapan bahwa budaya negara mereka tidak terpengaruh
oleh budaya barat?
Budaya barat dalam sisi negatif yang masuk ke Asia sangatlah banyak.
Sebagian besar orang Asia juga tau hal itu. Budaya barat yang masuk ke
Asia seperti bersikap individualisme, berpakaian minim, dan pergaulan
yang terlalu bebas sebelumnya tidak ada di Asia. Tapi karena adanya era
globalisasi yang merupakan media dalam membawa budaya barat ke Asia.
Jika kita meneliti kembali mengenai budaya barat yang sudah berpengaruh
ke Asia mungkin orang-orang akan berpikir sisi negatif yang masuk. Tapi
ternyata, budaya barat yang masuk ke Asia itu tidak hanya dalam sisi
negatif, tetapi juga sisi positif. Mungkin memang sisi positif ini
tertutup oleh sebagian besar sisi negatif. Tapi perlu kita ingat bahwa
budaya barat yang masuk ke Asia juga memiliki sisi positif. Seperti
sikap kerja keras dan disiplin mereka, contohnya beberapa orang Asia
sudah menerapkan sistem ke disiplinan budaya barat. Contoh yang kedua
adalah gaya hidup mereka yang sangat maju dalam hal teknologi dan
informasi. Gaya hidup mereka yang satu ini membawa pengaruh yang sangat
positif untuk orang Asia dalam berkomunikasi. Jadi, tidak hanya sisi
negatif saja dari budaya barat yang masuk ke Asia.
Penulis yang juga merupakan orang Asia juga beranggapan bahwa budaya
barat sudah sangat berpengaruh ke Asia. Terutama sisi negatifnya. Karena
sebaian besar orang-orang beranggapan bahwa budaya barat sudah sangat
berpengaruh dalam budaya Asia, dalam karya tulis ini penulis ingin
membuktikan benarkah semua orang Asia beranggapan bahwa budaya barat
sudah sangat berpengaruh ke Asia?
B. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah di kemukakan, maka beberapa
masalah yang dapat penulis rumuskan yang akan di bahas dalam karya tulis
ilmiah ini adalah:
- Apakah menurut orang Asia budaya barat sudah berpengaruh dengan budaya mereka?
- Apakah budaya barat hanya membawa sisi negatif terhadap budaya Asia?
C. Tujuan Penelitian
Penulisan karya ilmiah ini dilakukan untuk meneliti kembali bagaimana
besarnya pengaruh budaya barat terhadap budaya Asia.Secara terperinci,
tujuan dari penelitian dan penulisan karya ilmiah ini adalah:
- Mengetahui sampai sejauh mana besarnya pengaruh budaya barat yang mempengaruhi budaya Asia.
- Mengetahui apakah budaya barat hanya membawa sisi negatif saja.
- Mengetahui apakah seluruh orang Asia, bukan Indonesia saja yang beranggapan bahwa budaya mereka sudah terpengaruh budaya barat.
- Mengetahui sampai sejauh mana orang-orang Indonesia mencintai negaranya sendiri saat budaya barat sudah mempengaruhi mereka.
D. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data dan informasi yang di perlukan, penulis
mempergunakan metode observasi, dan metode kepustakaan. Adapun
teknik-teknik pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Teknik Pengamatan Langsung
Pada teknik ini, penulis terjun langsung ke dalam pergaulan dan bagaimana gaya hidup orang Indonesia yang ada di sekitar penulis.
- Teknik Wawancara
Tujuan dari teknik ini adalah agar diperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai kasus yang di bahas dan untuk membuktikan apakah pengamatan penulis melalui teknik pengamatan langsung benar atau tidak. Respondennya meliputi beberapa murid, guru, dan beberapa orang Asia selain Indonesia yang di wawancara melalui chat di internet (www.omegle.com) sehingga bisa penulis bandingkan dengan jawaban dari orang Indonesia.
- Studi Pustaka
Pada metode ini, penulis mencari-cari data dan artikel dari internet yang berhubungan dengan penulisan karya ilmiah dan yang berkaitan dengan budaya, khususnya mengenai pengaruh budaya barat yang masuk ke Asia.
E. Hipotesis
Penelitian ini dilakukan berangkat dari keyakinan penulis setelah cukup
melakukan pengenelan masalah. Adapun keyakinan atau hipotesis tersebut
adalah “Ada pengaruh faktor manusia, baik faktor dalam (faktor
psikologis) maupun faktor luar (faktor nonpsikologis), dan faktor
teknologi sebagai media yang membawa budaya barat masuk ke Asia. Hal ini
salah satunya yang menjadi faktor dominan sebagai penyebab.
F. Waktu dan Lokasi Penelitian
Jangka waktu penelitian adalah satu bulan, tepatnya dari pertengahan
September 2010 sampai pertengahan Oktober 2010. Penelitian ini dimulai
dari perumusan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, kegiatan
lapangan, pengamatan hingga penulisan hasil penelitian. Lokasi dalam
melakukan penelitian ini tidak memiliki batasan.
G. Sistemika Penulisan
Pada karya ilmiah ini, penulis akan menjelaskan hasil penelitian di
lapangan dimulai dengan bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian,
hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab
berikutnya, penulis akan menjelaskan data yang diperoleh dan membahasnya
satu per satu terutama berkaitan dengan budaya Asia yang sudah
terpengaruh oleh budaya barat.
Jumat, 28 Desember 2012
PENALARAN INDUKTIF DAN CONTOH
ADI MULIA TARMIZI
3EB22
20210150
PENALARAN INDUKTIF
3EB22
20210150
PENALARAN INDUKTIF
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan
berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta-fakta yang
bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait
dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua
pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara
empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sentara.
Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu
penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.
-Macam-macam penalaran induktif :
A. Generalisasi
Penalaran generalisasi dimulai dengan peristiwa-peristiwa khusus untuk
mengambil kesimpulan umum. Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku
umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diminati generalisasi
mencakup ciri-ciri esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan,
generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh, data statistik, dan
lain-lain. Proses penalaran ini bertolak dari sejumlah fenomena
individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang mengikat umum menuju
kesimpulan umum yang mengikat umum yang mengikat seluruh fenomena
sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah
manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan
ini adalah generalisasi tidak sempurna.
Macam-macam generalisasi :
- Generalisasi Sempurna
Generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penimpulan
diselidiki. Generalisasi macam ini memberikan kesimpilan amat kuat dan
tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum diselidiki.
-Generalisasi Tidak Sempurna
Generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan
yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
B. Analogi
Membandingkan dua hal yang banyak persamaanya. Kesimpulan yang diambil
dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari
beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan situasi
yang satu dengan yang sebelumnya.
Contoh :
Demikian pula dengan manusia yang tidak berilmu dan tidak berperasaan,
ia akan sombong dan garang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia
apabila diberi kepandaian dan kelebihan, bersikaplah seperti padi yang
selalu merunduk.
C. Sebab - Akibat
Sebab akibat adalah proses penalaran berdasarkan hubungan sebab akibat
atau akibat sebab.
Contoh :
a) Sebab- akibat.
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
b) Akibat – Sebab.
Bobi tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
c) Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
b) Akibat – Sebab.
Bobi tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
c) Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan
D. Kausal
Kausal adalah merupakan prinsip sebab-akibat yang di haruri dan pasti
antara gejala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian
dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu
atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya , merupakan hal-hal yang
diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan.
Contoh :
Contoh :
Pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://yogatama-anggita.blogspot.com/2012/04/penalaran-induktif.html
Sabtu, 10 November 2012
Contoh Kalimat dalam Aturan Silogisme Kategorial
Contoh Kalimat dalam Aturan Umum Silogisme Kategorial
Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
Contoh :
Semua mahasiswa UI belajar Bahasa Indonesia
Adi Mahasiswa Gunadarma
Jadi Adi belajar bahasa Indonesia
B. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
Contoh :
Semua wanita cantik
Dini adalah seorang wanita
Jadi Dini cantik
C. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh :
Semua binatang tidak bernafas dengan paru-paru
Semua binatang tidak tinggal di darat
D. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh :
Tidak se ekor ayam pun adalah manusia
Semua ayam berkokok
Jadi manusia tidak berkokok
E. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh :
Semua karyawan mengikuti rapat
Tono adalah seorang karyawan
Jadi Tono harus mengikuti rapat
F. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh :
Sebagian karyawan lulusan Universitas
Sebagian mahasiswa adalah karyawan
G. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh :
Semua ikan berbau amis
Gurame adalah jenis ikan
Jadi Garame berbau amis
H. Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh :
Beberapa daun berwarna coklat
Tidak seekor binatang pun memiliki daun
http://aulianingrum.blogspot.com/2010/03/contoh-kalimat-dalam-aturan-silogisme.html
Minggu, 04 November 2012
PENALARAN DEDUKTIF
- Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran
Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa
umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu
kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini
diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional,instrumen
dan
operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahuluharus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan
selanjutnya
dilakukan penelitian dilapangan. Dengan demikian konteks penalaran
deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakankata kunci untuk memahami suatu
gejala.
Jenis Penalaran
Deduktif
Jenis
penalaran deduktif yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu:
1. Silogisme
Kategorial : Silogisme yang
terjadi dari tiga proposisi. Silogisme kategorial
disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris.
Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan
anteseden,
simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya Menolak anteseden,
simpulannya
juga menolak konsekuen. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan
disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam
kesimpulan
disebut premis minor.
Contoh :
Premis Mayor
: Tidak ada manusia yang abadi
Premis Minor
: Socrates adalah manusia
Kesimpulan :
Socrates tidak abadi
Kaedah-
kaedah dalam silogisme kategorial adalah :
a. Silogisme
harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term
penengah.
b. Silogisme
terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan
c. Dua
premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
d. Bila
salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negative.
e. Dari
premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
f. Dari dua
premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
g. Bila
premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
h. Dari
premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu
simpulan.
2. Silogisme
Hipotesis : Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi
konditional hipotesis. Menurut Parera (1991: 131) Silogisme hipotesis
terdiri
atas premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Akan tetapi premis
mayor
bersifat hipotesis atau pengadaian dengan jika … konklusi tertentu itu
terjadi,
maka kondisi yang lain akan menyusul terjadi. Premis minor menyatakan
kondisi
pertama terjadi atau tidak terjadi. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme
hipotesis:
1. Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan,
saya naik becak.
Sekarang
hujan.
Jadi saya
naik becak.
2. Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan,
bumi akan basah.
Sekarang
bumi telah basah.
Jadi hujan
telah turun.
3. Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik
pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan
akan timbul. Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi
kegelisahan tidak akan timbul. Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila
mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa
tidak
gelisah. Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Kaedah-
kaedah Silogisme Hipotesis
Mengambil
konklusi dari silogisme hipotesis jauh lebih mudah dibanding dengan
silogisme
kategorik. Tetapi yang penting di sini adalah menentukan kebenaran
konklusinya
bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila
antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum
silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A
terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A
tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B
terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B
tidak terlaksana maka A tidak terlaksana
Contoh :
a) Premis
Mayor: Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal
Premis
Minor: Hujan tidak turun
Konklusi :
Sebab itu panen akan gagal.
b) Premis
Mayor : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Premis Minor
: Air tidak ada.
Kesimpulan :
Manusia akan kehausan.
3. Silogisme
Alternatif : silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi
alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan
salah
satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Proposisi
minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah
satu
alternatifnya. Konklusi tergantung dari premis minornya.
Silogisme
ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme
disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif dalam arti sempit
mayornya
mempunyai alternatif kontradiktif, seperti:
la lulus
atau tidak lulus.
Ternyata ia
lulus
Jadi, la
bukan tidak lulus
Silogisme
disyungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif, seperti:
Xsa di rumah
atau di pasar.
Ternyata
tidak di rumah.
Jadi, di
pasar
Silogisme
disyungtif dalam arti sempit maupun arti iuas mempunyai dua tipe yaitu:
1. Premis
minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui
alternatif yang lain.
2. Premis
minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari
alternatif yang lain.
Kaedah-kaedah
silogisme alternatif :
1. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar,
apabila
prosedur penyimpulannya valid
2. Silogisme
disyungtif dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:
a. Bila
premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar)
Contoh :
Rizki
menjadi guru atau pelaut.
la adalah
guru.
Jadi bukan
pelaut
Rizki
menjadi guru atau pelaut.
la adalah
pelaut.
Jadi bukan
guru
b. Bila
premis minor mengingkari salah satu a konklusinya tidak sah (salah)
Contoh :
Penjahat itu
lari ke Surabaya atau ke Yogya.
Ternyata
tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari
ke Surabaya. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).
Rifki
menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia
bukan pelaut.
Jadi ia
guru. (Bisa jadi ia seorang pedagang)
Contoh :
Premis Mayor
: Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Premis Minor
: Nenek Sumi berada di Bandung.
Kesimpulan :
Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
4. Entimen :
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
tulisan
maupun tulisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.
Entimen atau
Enthymeme berasal dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos”
artinya
pikiran adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk
menghasilkan
pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah
entimem,
penghilangan bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan
yang lebih
luas, istilah "enthymeme" kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan
argumen yang tidak lengkap dari bentuk selain silogisme.
Menurut Aristoteles
yang ditulis dalam Retorika, sebuah "retorik silogisme" adalah
bertujuan untuk pembujukan yang berdasarkan kemungkinan komunikan
berpendapat
sedangkan teknik bertujuan untuk pada demonstrasi. Kata lainnya, entimem
merupakan silogisme yang diperpendek.
Contoh :
Rumus
Entimen:
PU : Semua A
= B : Pegawai yang baik tidak pernah datang terlambat.
PK : Nyoman
pegawai yang baik.
S : Nyoman
tidak pernah datang terlambat
Entimen :
Nyoman tidak pernah datang terlambat karena ia pegawai yang baik
sumber :
http://gakaramyblog.blogspot.com/2012/04/kutipan-mengenai-penalaran-deduktif.html
http://id.wikipedia.org/wiki/PenalaranMinggu, 10 Juni 2012
TUGAS SOFTSKILL TERAKHIR
1. Pengertian Konsumen
Konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang
membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai
kebutuhan hidupnya.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di
bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan
berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping
itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan
teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak
arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu
negara, sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik
produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian
pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan
konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta
semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas
barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
- Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
- Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
- Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
- Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
- Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6.Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Untuk
melindungi hal tersebut, penting kiranya para konsumen memahami hak-hak
yang dimiliki demi mendapatkan perlindungan akan barang dan/jasa yang
dikonsumsinya. Berikut hak-hak yang dimiliki para konsumen:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
2. Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8. Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Demi mendapatkan perlindungan yang maksimal, maka sudah menjadi kewajiban konsumen untuk memperhatikan hal berikut ini:
1. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha adalah :
- hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
- hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
- hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah :
- beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5. Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a.Tidak sesuai dengan : - standar yang dipersyaratkan;
- peraturan yang berlaku;
- ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
- berat bersih;
- isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
- kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
- mutu, tingkatan, komposisi;
- proses pengolahan;
- gaya, mode atau penggunaan tertentu
- janji yang diberikan;
- tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
- informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
e.Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
- Nama barang;
- Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
- Tanggal pembuatan;
- Aturan pakai;
- Akibat sampingan;
- Nama dan alamat pelaku usaha;
- Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
a.Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
- Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
- Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
- Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
- Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
- Telah tersedia bagi konsumen.
d.Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f. Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.
g.Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h.Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.
4. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5.Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6.Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
a.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
d.Menaikkan harga sebelum melakukan obral.
6. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan
atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian
yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa
dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan
yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan
melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :
1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :
1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
7. Sanksi Pelaku Usaha
Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum
tahu akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam
undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang
tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )
Sanksi Perdata :
• Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
• Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
• Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
• Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
• Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )
Sanksi Perdata :
• Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
• Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
• Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
• Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
• Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/pengertian-http://jaggerjaques.blogspot.com/2011/05/hak-dan-kewajiban-konsumen.html
http://desinaya.blogspot.com/2011/03/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku.html
http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sanksi
http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=33
http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=33
Kasus Pelanggaran Hak Merek
Polres Tangani Pelanggaran Hak Merek
PURWAKARTA, (PR).-
Polres Purwakarta hingga saat ini masih terus memeriksa beberapa orang saksi, untuk dimintai keterangannya mengenai dugaan pelanggaran hak cipta dan hak merek yang dilakukan dealer PT T S yang menjual sepeda motor merek T.
Polres Purwakarta hingga saat ini masih terus memeriksa beberapa orang saksi, untuk dimintai keterangannya mengenai dugaan pelanggaran hak cipta dan hak merek yang dilakukan dealer PT T S yang menjual sepeda motor merek T.
Pemeriksaan
tersebut, terkait dengan laporan pengaduan dari PT Astra Honda Motor
(AHM) atas dugaan tindak pidana penggunaan hak cipta "Supra" dan hak
merek "Karisma" milik PT AHM yang dilakukan oleh dua dealer PT TS di
Purwakarta yakni Dealer PT MU TM dan Dealer TNM di Jln. Veteran
Purwakarta. Laporan pengaduan itu dilakukan oleh Dody Leonardo Joseph,
staf hukum PT AHM kepada Polres Purwakarta dengan surat penerimaan
laporan No. Pol. STPL/323/K/XI/2004/SPK pada Senin, 29 Nopember 2004
lalu.
Pemantauan
"PR" di Mapolres Purwakarta, Sabtu, (5/2), Polres Purwakarta
melalui petugas Unit IV Satuan Reskrim dipimpin Kanit IV Aipda K.
Suparta, sedang meminta keterangan dari Ansori Sinungan, S.H., LL.M.,
sebagai saksi ahli dari Subdit Hak Cipta, Ditjen Hak atas Kekayaan
Intelektual (HKI). Sementara itu, tampak barang bukti satu unit sepeda
motor T dengan stiker "Supra X" diamankan di ruang Unit IV Reskrim
Polres Purwakarta.
Menurut
Dody kepada "PR" di Mapolres Purwakarta, sebagai tindak lanjut dari
laporan pengaduan itu, petugas langsung melakukan penyelidikan.
Seminggu
kemudian tepatnya Senin, 6 Desember 2004 lalu, akhirnya petugas
melakukan penggeledahan di Dealer Mega UTM. Dari hasil penggeledahan
itu, terdapat 21 sepeda motor Tossa yang diduga melanggar hak cipta
dan hak merek yang dimiliki PT AHM, masing-masing 18 unit "Supra" dan 3
unit "Karisma".
Tak ada itikad
Dody
sangat menyesalkan tindakan PT TS yang telah melakukan perbuatan
melanggar hukum yang jelas-jelas merugikan PT AHM. Bahkan, perusahaan
tersebut dinilai tak punya itikad baik dalam menyelesaikan persoalan
tersebut sekalipun sudah ditawarkan penyelesaian secara kekeluargaan.
Surat
peringatan pertama kami layangkan pada 16 Pebruari 2004 lalu, isinya
supaya mereka menghentikan kegiatan penggunaan, penjualan, displai dan
promosi sepeda motor produk Tossa dengan merek Karisma 125 D,
Ternyata, mereka malah menyangkal dengan dalih tak menjual Karisma 125
D tapi hanya menjual merek lain.
“Bahkan
ketika kami melakukan pertemuan langsung dengan pihak PT Tossa di
Jakarta, hasilnya mereka tetap menyangkalnya," katanya.
Meski
kasus ini sudah dilaporkan ke kepolisian, namun pihaknya masih
membuka toleransi kepada PT T untuk menyelesaikan kasus ini dengan
jalan damai secara kekeluargaan. Asalkan, PT T segera menghentikan
penjualan dan produksi merek tersebut seraya mengumumkan permohonan
maaf melalui pemuatan iklan di beberapa media massa
Ketika
diminta tanggapannya atas pemeriksaan kasus tersebut, Kanit IV Satuan
Reskrim Polres Purwakarta, Aipda K. Suparta menolak berkomentar
karena bukan wewenangnya. Sementara Kasat Reskrim AKP Andi Herindra
saat itu tak ada di tempat sedang pendidikan di Bandung. Dealer MUT
Motor di Jln. Veteran Purwakarta yang hendak dikonfirmasi, kantornya
sudah tutup. (A-67)***
sumber:
http://home.indo.net.id/~hirasps/haki/General/Tugas_HAKIaa/Tugas%20HAKI/Pelanggaran%20hak%20merek/Polres%20Tangani%20Pelanggaran%20Hak%20Merek.htm
Analisa :
Dari Kasus di
atas, kita bisa lihat bahwa semakin maraknya pelanggaran terhadap Hak Kekeyaan
Intelektual (HAKI). Dimana, dari sinilah para aparat Pemerintah kita harus bisa
lebih TEGAS lagi dalam menegakkan hukum. Kasus yang di alami oleh PT AHM
bukanlah yang pertama. Tindakan yang dilakukan oleh pihak PT AHM sudah sangat
tepat bahkan sangat bijaksana. Karena pihak AHM mampu melakukan tindakan dari
mulai pelaporan sampai memberikan peringatan ataupun mengajak berunding untuk
menyelesaikan secara kekeluargaan. Karena bagaimana pun pihak AHM sangat
dirugikan dengan tindakan yang dilakukan oleh PT TS tersebut. Bayangkan, berapa
banyak produksi PT TS tersebut yang mengatas namakan merek dagang PT AHM. Jelas
ini sangat merugikan pihak AHM, namun PT AHM mampu memberikan kesempatan untuk
PT TS tersebut memperbaiki kesalahannya.
Namun, PT TS yang
sudah jelas dengan tindakan kriminalnya tidak sama sekali menunjukan itikad
baiknya. Siapa pun pihaknya, jika mengalami kerugian apalagi ini bukan hanya
kerugian materil namun juga kerugian nama baik perusahaan pun di taruhkan.
Jangan menganggap enteng masalah PLAGIAT !!! Karena bagaimanapun semua itu
sangat merugikan dan pantas mendapatkan tindakan hukum. Dan aparat Hukum pun
harus bisa lebih TEGAS lagi dan memberi
sanksi yang sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Karena bagaimanapun hal
ini sangat merugikan perusahaan dan juga konsumen, hak merek dagang sangat
dilindungi oleh Undang-Undang di Indonesia. Berikut adalah undang-undang yang
berlaku di Indonesia mengenai hak merk :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan
konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan
Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang
sehat;
b. bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan
yang memadai tentang Merek guna memberikanpeningkatan layanan bagi masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a
dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang
Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun
1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun
1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564)
Langganan:
Postingan (Atom)